Rabu, 29 Juni 2011


FILSAFAT ARAB

HUBUNGAN MANUSIA DENGAN MANUSIA, HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM, HUBUNGAN  MANUSIA DENGAN TUHAN-NYA
HARDIN*
I. Pendahuluan                                                                                                                  
  Kata filsafat, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah philosophy adalah berasal dari bahasa Yunani philosophia. Kata philosophia terdiri atas philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan ( love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya (Surajino 2005: 1) Jadi philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut philosopher (Juhaya S. Praja 2003: 2).                                                                                           
   Memaknai dari uraian diatas, menurut bentuk kata seorang philosphos adalah seorang pencinta kebijaksanaan. Sebagian lain mengatakan bahwa filsafat adalah cinta akan kebenaran. Filsafat sering pula diartikan sebagai pandangan hidup. Membahas masalah individu berarti identik membahas masalah manusia yang unik penuh dengan fenomena yang tidak pernah habis dikaji. Dengan demikian manusia tidak bisa melepaskan diri dari lingkungan kehidupan alam semesta (Jalaluddin 2001: 31). Menurut Mastuhu (1999: 23), mengambil pendapat Imam Ghazali salah satu kodtrat manusia sebagai bagian dari alam adalah tidak pernah berhenti untuk bertanya dalam mencari kebenaran. Manusia selalu ingin mengetahui rahasia alam termasuk rahasia manusia sendiri. Semakin jauh rahasia alam yang diselidiki semakin banyak pula daerah misteri yang tidak diketahui. Sehingga dalam proses pencarian itu manusia banyak berhadapan dengan tabir rahasia yang belum terungkap.                                            Seiring dengan proses kehidupan manusia dalam mencari kebenaran selalu berada diantara dua kutub, yaitu kutub kebebasan individu dan kutub ketergantungan dengan alam dan masyarakat. Akhirnya terjadi tarik ulur antara kebebasan individu dengan kepentingan masyarakat. Karena di satu pihak manusia merupakan produk masyarakat dan lain pihak merupakan subyek yang membentuk dirinya sendiri  (Handono Hadi 2002: 74).           
            Dari proses kehidupan ini akhirnya dihasilkan individualitas-individualitas yang masing-masing mempunyai karakteristik sendiri. Hidup-ku adalah hidup-ku, kepribadian-ku adalah kepribadian-ku, perasaan-ku adalah perasaan-ku, dan tanggungjawab-ku adalah tanggungjawab-ku. ‘Ku’ di sini menunjukkan eksklusivitas yang tidak dapat diambil alih atau diganti oleh orang lain. Karya tulis ini, penulis mencoba menjelaskan: a) hubungan manusia dengan manusia; b) hubungan manusia dengan alam; c) hubungan manusia dengan Tuhan.  
II. Hubungan Manusia dengan Alam
            Islam sebagai ajaran dari Allah SWT yang dijamin kebenarannya telah menempatkan perbaikan akhlak sebagai pilar utama ajarannya, yaitu dengan diutusnya Rasulullah SAW untuk menyempurnakan Akhlak manusia. Kembali keajaran Al-Quran dan Hadist adalah solusi yang tepat dalam menyelasaikan krisis akhlak ini. Setiap elemen di alam semesta memiliki kemampuan belajar. Secara universal suatu konsep belajar alam dimaknai sebagai sebuah proses untuk mengidentifikasi keadaan, menganalisis, serta menelurkan respon berupa sistem pengambilan keputusan. Manusia dan alam mempunyai keterikatan yang kuat dimana keduanya mempunyai hak dan kewajiban antara satu dengan yang lain untuk menjaga keseimbangan alam. Berdasarkan latarbelakang diatas maka penelitian ini diberi judul “Nilai Pendidikan Akhlak Hubungan Manusia dengan Alam yang terkandung dalam Al- Quran”.            Hubungan antara manusia dengan alam atau hubungan manusia dengan sesamanya, bukan merupakan hubungan antara prnakluk dan yang ditaklukkan, atau antara tuhan dengan hamba, tetapi hubungan kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah SWT. Manusia diperintahkan untuk memerankan fungsi kekhalifahannya yaitu kepedulian, pelestarian dan pemeliharaan. Berbuat adil dan tidak bertindak sewenang -wenang kepada semua makhluk sehingga hubungan yang selaras antara manusia dan alam mampu memberikan dampak positif bagi keduanya. Oleh karena itu manusia diperintahkan untuk mempelajari dan mengembangkan pengetahuan alam guna menjaga keseimbangan alam dan meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. Itu merupakan salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.                            
            Alam penuh misteri dan tidak akan pernah selesai kita pelajari. Ia mengandung kehidupan, kematian, perubahan dari ujud (baca; energi) satu ke ujud lain, keindahan, kedahsyatan, kekuatan dan menumbuhkan rasa spiritualitas akan kemahakuasaan Sang Pencipta. Manusia yang berjarak dan tercerabut dari kemampuan menghayati fenomena bagaimana alam bekerja, bagaikan hampa hidupnya. Manusia telah tercerabut dari akar spiritualnya, sehingga tidak mampu merasakan kehadiran Allah SWT yang ada dalam alam semesta. Menurut penulis, untuk sampai kepada kesadaran yang suci, manusia perlu menjadikan alam sebagai objek kajian manusia yang akan mengantarkannya sampai kepada Yang Real. Caranya dengan mempelajari dengan panca indera, memikirkan dengan akal dan merenungkan pengalaman langsung ketika bersentuhan dengan ayat-ayat-Nya.  Dalam konsep Scientia Sacra, kecerdasan manusia mempunyai hubungan yang erat dengan wahyu. Wahyu di sini bukan saja dalam bentuknya yang eksternal berupa kitab suci, tetapi juga wahyu dalam bentuk nyata yaitu "Alam Semesta". Manusia yang suci adalah yang bisa memahami wujud Tuhannya, dalam artian manusia yang suci adalah yang dapat menghargai alam sebagai cerminan Wujud-Nya.                    Neo-Sufisme adalah jalan keluar yang ditawarkan Seyyed Hossein Nasr. Neo-Sufisme di sini tidak dipahami sebagai disiplin sufistik seperti biasanya. Pada sufisme lama sangat mengutamakan maqamat yang dipandang sangat individualistik untuk sampai kepada Tuhan, sementara Neo-Sufisme lebih menekankan akan penghayatan keagamaan esotris yang mendalam tanpa melakukan pengasingan diri atau 'uzlah. Neo-sufisme menekankan aktivitas dan tidak mengalienasi diri dari masyarakat. Dalam integrasinya dengan kehidupan, Neo-Sufisme dapat dipakai sebagai alat untuk menahan hasrat mengekspolitasi alam, sehingga dapat hidup selaras dengan alam.
            Alam semesta adalah ciptaan Allah SWT.  Dia menentukan ukuran dan hukum-hukumnya. Alam juga menunjukan tanda-tanda keberadaan, sifat dan perbuatan Allah. Berarti juga nilai taiuhid melingkupi nilai hubungan manusia dengan alam. Sebagai ciptaan Allah, alam berkedudukan sederajat dengan manusia. Namun Allah menundukan alam bagi manusia, dan bukan sebaliknya. Jika sebaliknya yang terjadi, maka manusia akan terjebak dalam penghambaan terhadap alam , bukan penghambaan terhadap Allah. Karena itu sesungguhnya berkedudukan sebagai khalifah di bumi untuk menjadikan bumi maupun alam sebagai obyek dan wahana dalam bertauhid dan menegaskan dirinya.                                                    Perlakuan manusia terhadap alam tersebut dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan di dunia dan diarahkan kepada kebaikan di akhirat, di sini berlaku upaya berkelanjutan untuk mentransendensikan segala aspek kehidupan manusia.  Sebab akhirat adalah masa masa depan eskatologis yang tak terelakan.   Kearah semua itulah hubungan manusia dengan alam ditujukan. Dengan sendirinya cara-cara memanfaatkan alam, memakmurkan bumi dan menyelenggarakan kehidupan pada umumnya juga harus bersesuaian dengan tujuan yang terdapat dalam hubungan antara manusia dengan alam tersebut. Cara-cara tersebut dilakukan untuk mencukupi kebutuhan dasar dalam kehidupan bersama. Melalui pandangan ini haruslah dijamin kebutuhan manusia terhadap pekerjaan ,nafkah dan masa depan. Maka jelaslah hubungan manusia dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk kemakmuran bersama. Hidup bersama antar manusia berarti hidup dalam kerja sama, tolong menolong dan tenggang rasa. Salah satu hasil penting dari cipta, rasa, dan karsa manusia yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia menciptakan itu untuk memudahkan dalam rangka memanfaatkan alam dan kemakmuran bumi atau memudahkan hubungan antar manusia. Dalam memanfaatkan alam diperlukan iptek, karena alam memiliki ukuran, aturan, dan hukum tertentu; karena alam ciptaan Allah bukanlah sepenuhnya siap pakai, melainkan memerlukan pemahaman terhadap alam dan ikhtiar untuk mendayagunakannya.
           
Namun pada dasarnya ilmu pengetahuan bersumber dari Allah. Penguasaan dan pengembangannyadisandarkan pada pemahaman terhadap ayat-ayat Allah. Ayat-ayat tersebut berupa wahyu dan seluruh ciptaanNya. Untuk memahami dan mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah itulah manusia mengerahkan kesadaran moral, potensi kreatif berupa akal dan aktifitas intelektualnya. Di sini lalu diperlukan penalaran yang tinggi dan ijtihad yang utuh dan sistimatis terhadap ayat-ayat Allah, mengembangkan pemahaman tersebut menjadi iptek, menciptakan kebaruan iptek dalam koteks ke,manusiaan, maupun menentukan simpul-simpul penyelesaian terhadap masalah-masalah yang ditimbulkannya. Iptek meruipakan perwujudan fisik dari ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia, terutama digunakan untuk memudahkan kehidupan praktis.






III. Hubungan Manusia dengan Tuhan
            Filed Under: Renungan
Pada hakekatnya agama apapun mengajarkan dua poros kehidupan utama yakni: hubungan manusia dengan sesama manusia (habluminnannas) dan hubungan manusia dengan tuhannya (hablumminnallah). Seperti juga dalam ajaran Hindu, Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan yang bersumber pada keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan alam lingkungannya, manusia dengan sesamanya. Oleh karena itu jika kita benar – benar menerapkan secara mantap, kreatif dan dinamis dalam kehidupan ini niscaya terwujudlah kehidupan yang harmonis yang meliputi pembangunan manusia seutuhnya dengan beribadah kepada Allah SWT ,dan cinta kepada kelestarian lingkungan serta rukun dan damai dengan sesamanya.
            Menurut Jalaluddin, bahwa sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian muslim adalah kepribadian yang memiliki akhlak yang mulia. Pendapat beliau didasarkan pada hadist  “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya” (Jalaluddin 1999: 95).                                     Dalam mengetahui hakikat manusia. Alquran dengan ringkas dan jelas menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas dalam surah Albaqara ayat 30-35. Manusia adalah Khalifah Allah di bumi, yang di ciptakan uantuk memakmurkan dan meramaikan bumi dengan bekal ilmu dan semua yang ada di bumi di ciptakan untuknya.
Dimensi nilai-nilai Islami yang menekankan keseimbangan dan keselarasan hidup duniawi-ukhrawi menjadi landasan ideal yang perlu direncanakan dalam membentuk kepribadian muslim baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Nilai-nilai Islami yang fundamental mutlak bagi kehidupan manusia selaku individu dan masyarakat tidak berkecenderungan untuk berubah mengikuti selera nafsu manusia yang berubah-ubah sesuai tuntutan sosial. Sebaliknya nilai-nilai islami yang absolute itu akan berfungsi menjadi pengendali atau pengarah terhadap tuntutan sosial dan tuntutan individu.
Dalam al-Sina’at al-‘uzma, seorang filosof Al-Kindi memaparkan tentang keberadaan Tuhan. Ia berkata “Karena Allah, Maha Terpuji Dia, adalah penyebab gerak ini, yang abadi (qadim), maka ia tak dapat dilihat dan tak bergerak, penyebab gerak tanpa menggerakan diri-Nya. Inilah gambaran-Nya bagi yang memahami-Nya lewat kata-kata sederhana: “Ia tunggal sehingga tak dapat di pecah-pecah lagi menjadi tunggal;dan Ia tak terlihat, karena Ia tak  tersusun, dan tak ada susunanbagi-Nya, tetapi sesungguhnya Ia terpisah dari segala yang dapat dilihat, karena Dia adalah penyebab gerak segala yang dapat dilihat”.
Dalih-dalih al-Kindi tentang kemaujudan Allah bertumpu pada keyakinan  akan hubungan sebab akibat. Segala yang maujud pasti mempunyai sebab yang memaujudkannya. Rangkaian sebab itu terbatas, akibatnya ada sebab pertam, atau sebab sejati, yaitu Allah.
Ada dua macam sebab efisien; pertama, sebab  sejati dan aksinya adalah ciptaan dari ketiadaan (ibda’). Kedua, semua sebab efisien yang lain adalah lanjutan, yaitu, sebab-sebab tersebut ada lantaran sebab-sebab lain, dan sebab-sebab itu sendiri adalah sebab-sebab dari efek-efek lain. Secara kias, sebab-sebab itu sama sekali bukanlah sebab-sebab sejati. Ia berkehendak dan tak bergantung kepada sesuatu pun.
      Dunia mulanya tak maujud, karena itu ia mesti butuh satu pencipta, yakni Allah. Segala ciptaan tak abadi; Hanya Allah sendirilah yang abadi. Hal ini memperjelas segala hal yang berproses. Begitu pula, dunia secara keseluruhan, benda-benda angkasa, dan unsur-unsur semesta, seperti genus dan species, tak abadi, karena mereka terbatas dan tercipta. Bukti lain kemaujudan Allah, berupa keteraturan alam semesta ini. Keteraturan dunia, hirarkhis bagian-bagiannya, interaksi mereka, kesempurnaan paling tunggi segala kemaujudan Sempurna mengatur segala sesuatu dengan kebijakan sempurna.
Menurut seorang filosof Arab, Muhammad Ibn Zakaria Al-Razi mengatakan bahwa kebijakan Tuhan itu sempurna. Ketidaksengajaan tidak dapat disifatkan kepada-Nya. Kehidupan berasal dari-Nya sebagaimana sinar datang dari matahari. Ia mempunyai Kepandaiansempurna dan murni. Tuhan menciptakan segala sesuatu, tidak ada yang bisa yang menandingi-Nya, dan tak sesuatu pun dapat menolak kehendak-Nya. Tuhan mengetahui sepenuhnya segala sesuatu. Tuhan mengetahui bahwa ruh cenderung kepada materi dan membutuhkan kesenangan bendawi, kemudian ruh mengikatkan dirinya pada materi; Tuhan dengan kebijakan-Nya mengatur ikatan tersebut supaya dapat tercapai jalan paling sempurna.  
            Mengenai rahmat Tuhan, yang lewat rahmat tersebut unsur rasional mengenali perbedaan-perbedaan, seorang manusia melebihi manusia yang lainnya, dan hal itu sesuai dengan kapasitas yang telah dikaruniakan Tuhan kepadanya. Tetapi kedua rahmat ini  merupakan pembawaan sejak lahir manusia, bukan diupayakan sendiri. Kapasitas dan rahmat yang mesti  diupayakan bukanlah pembawaan sejak lahir, keduanya diperoleh dengan melakukan apa-apa yang dapat sesuai dengan kehendak Tuhan, di bawah bimbingan para nabi. Oleh karena itu, manusia harus menyambut seruan nabi suci dan melaksanakan apa yang diperintahkannya. Dengan begitu dia dia dapat melihat lewat wawasan hatinya, sifat setiap makhluk, asal mulanya dan ketentuan akhirnya. Dengan begitu pula, dia dapat mengetahui bahwa Tuhan merupakan suatu kemaujudan  mesti dengan sendirinya, tunggal, tidak bersekutu dan pencipta segalanya; bahwa segala selain Dia ada yang menyamai dan berasal dari esensi sempurna-Nya; bahwa pengetahuan diri-Nya meliputi pengetahuan-Nya tentang semua obyek; dan bahwa pengetahuan-Nya tentang semua obyek itu merupakan sebab mewujudkan objek-objek tersebut.
            Manusia untuk mencapai kedekatannya dengan Tuhan, maka harus melakukan tiga hal: 1) membuat lidah kita untuk selalu mengingat Tuhan dan memuliakan-Nya; 2) membuat organ-organ tubuh kita bertindak sesuai dengan wawasan hati, dan; 3) menghindari segala yang membuat hati kita berpaling dari-Nya.
            Pembuktian tentang adanya Tuhan bertumpu pada dua prinsip: pertama, bahwa semua kemaujudan sesuai dengan kemaujudan manusia; dan kedua, bahwa kesesuaian ini dikarenakan oleh perantara yang berkehendak berbuat begitu, sebab kesesuaian tidak terjadi dengan sendirinya. Segala sesuatu diciptakan untuk kepentingan manusia: bintang-bintang bersinar di malam hari agar bisa menjadi penuntun bagi manusia, anggota-anggota tubuhnya sesuai dengan kehidupan dan eksisinsinya. Tuhan disifati dengan tujuh sifat utama: tahu, hidup, kuasa, berkehendak, mendengar, melihat dan berfirman. Semua sifat itu merupakan sifat manusia sempurna.
Menurut al-Razi, Tuhan tidak menciptakan dunia lewat desakkan apapun, tetapi ia memutuskan untuk menciptakannya setela pada mulanya tidak berkehendak menciptakannya. Tuhan membuat dunia dan menciptakan di dalamnya bentuk-bentuk yang kuat, yang di dalamnya ruh dapat memperoleh kebahagiaan jasmani. Kemudian Tuhan menciptakan manusia dan dari zat ketuhanan-Nya, ia menciptakan intelegensi manusia guna menyadarkan ruh dan menunjukkan kepadanya bahwa dunia ini bukanlah dunia sejatinya.
Ibnu Sina menguraikan tentang doktrin tentang wujud manusia. Menurut para filosof Muslim, Ibnu Sina meskipun Tuhan tinggal dalam diri-Nya Sendiri dan jauh tinggi di atas dunia yang dia ciptakan, tetapi terdapat hubungan antara kekekalan dan keniscayaanyang mutlah dari Tuhan dan dunia peneh ketidaktentuan. Ibnu Sina mengatakan bahwa Tuhan, dan hanya satu Tuhan saja yang memiliki wujud tunggal, secara mutlak; sedangkan segala sesuatu yang lain memiliki kodrat yang mendua. Dunia, secara keseluruhan, ada bukan karena kebetulan, tetapi diberikan oleh Tuhan, ia diperlukan, dan keperluan ini diturunkan dari Tuhan.

III. Hubungan Manusia dengan Manusia
            Dalam agama Islam mengajarkan tiga poros kehidupan utama yakni : hubungan manusia dengan sesama manusia (Habluminnannas), hubungan manusia dengan alam (Hablumminallam) dan hubungan manusia dengan Tuhan-Nya                              (Hablumminnallah). Dalam filsafat Islam, menekankan bahwa Islam mengajarkan untuk selalu menjaga keharmonisan di antara sesama Muslim dan masyarakat secara umum. Umat Islam dianjurkan untuk selalu meningkatkan silaturahim diantara sesama muslim. Kemudian, menolong orang bagi yang tidak mampu dan saling menghargai di antara sesama manusia. Hal ini dijelaskan pula, dalam hadist Rasullullah SAW bersabda: ” Sesungguhnya bersilaturahim itu, dapat memperpanjang umur dan memperbanyak rezekinya (Hadist, Buhari Muslim)”.


DAFTAR BAHAN

Hardono Hadi. 2002. Jati Diri Manusia (Berdasarkan Filsafat Organisme Whitehead), Yogyakarta: Kanisius.

Jalaluddin dan Usman Said. 1999. Filsafat Pendidikan Islam (Konsep dan Perkembangan). Jakarta: Rajawali Pers.

Jalaluddin. 2001. Teologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Juhaya S. Praja. 2003. Aliran-aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana.
Mastuhu. 1999. Memperdayakan Sistem Pendidikan Islam.Jakarta: Logos.
Surajino. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar