Sabtu, 16 April 2011

PENGUATAN IDEOLOGI KADER IMM


PENGUATAN IDEOLOGI KADER DALAM KEPEMIMPINAN
IKATAN MAHASISWA MUHAMADDIYAH

I.      Pendahuluan
Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM) lahir 14 Maret 1964 di Yogyakarta, berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhamaddiyah yang kala itu di pimpin oleh KH. A Badawi. Dalam jajaran organisasi otonom Muhamaddiyah, IMM merupakan yang paling muda (Ghazali dalam Maarif, 2007:63). Lebih lanjut, (Purnawan, 2007: 3) mengatakan, bahwa Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM) merupakan organisasi otonom Muhamaddiyah yang berdiri di Yogyakarta pada tanggal 29 Syawal 1384 H atau bertepatan dengan tanggal 14 Maret 1964 M. Kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM) merupakan konsekuensi bagi Muhamaddiyah dalam hal kaderisasi berdasarkan periodisasi kelompok umur. Salah satu pendorong dirintisnya Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM) adalah agar  Muhamaddiyah sebagai organisasi gerakan dakwah Islam yang cukup progresif, bisa memasuki (menerobos) dunia kampus pada era enem puluhan merupakan basis gerakan kultural, agen utama perubahan sosial, dan salah satu komunitas yang berperan aktif dalam menumbangkan ideologi komunis yang pada saat itu benar-benar bertolak belakang secara diametral dengan cita-cita perjuangan bangsa. IMM dilahirkan untuk melakukan penetrasi, mensosialisasikan dakwah Islam yang sesuai dengan arah dan perjuangan Muhamaddiyah di tengah-tengah masyarakat kampus yang dinamis dan inklusif bagi perkembangan ideologi-ideologi sekuler.                                                                                                                                                               Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM) sebagai gerakan mahasiswa yang sejak awal berdiri telah menstabilkan diri untuk mewadahi aspirasi, menggerakan dan mengembleng potensi mahasiswa Islam, terus mempersiapkan diri untuk mencetak kader-kadernya agar memiliki  memiliki kemampuan yang memadai. Perjalanan yang panjang  perjuangan Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM) senantiasa membangun kehidupan kebangsaan yang damai, cerdas dan sejahtera melalui proses rekruitmen, perkaderan serta pembinaan yang konsisten. Perjalanan Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM) tersebut telah memberikan warna bagi kader-kadernya dan juga entitas yang lain, sehingga mampu menampilkan sosok yang dinamis-progresif dalam melakukan pencerahan, prefikasi ideologi, reformasi pola pikir cara pandang yang tentunya berdampak pada pembentukan perilaku yang jujur, istiqomah, ramah dan tidak serakah.
            Pemimpin dan kader adalah dua unsur yang sangat penting dalam setiap organisasi, termasuk organisasi Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM). Pemimpin adalah orang yang diberi amanah untuk berada di depan, diikuti dan diteladani. Sedangkan, kader adalah tenaga inti yang selalu siap bersama dan bekerja keras menjalankan tugas-tugas organisasi dalam rangka mencapai tujuan bersama. Betapa pentingnya peran pemimpin dan kader ini, maka hampir dapat dipastikan dalam setiap organisasi selalu ada acara, program latihan  kepemimpinan dan pengaderan. Kuat dan lemahnya sebuah organisasi sangat  tergantung dan ditentukan oleh kualitas pemimpin dan kadernya.

II.    Pembahasan
2.1 Ideologi Dasar Penguatan Kepemimpinan
            Ideologi adalah seperangkat konsep sistem nilai yang dijadikan asas dan memberikan arah berpikir, dan beraktivitas untuk mencapai tujuan suatu perkumpulan atau organisasi . (Depdikbud dalam Anshori, 2010: 1) kepemimpinan yang kuata hanya bisa diwujudkan dengan landasan sistem ideologi yang kuat pula, ketertibab, dan kekuatan kepemimpinan Muhammadiyah atau Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM)  hanya akan bisa terwujud apabila dibangun berdasarkan prinsip-prinsip ideologi  Muhamaddiyah yang tepah ditetapkan berdasarkan keputusan Tanwir, Muktamar Muhamadidiyah, karena ideologi memiliki energi spiritual yang mampu memutivasi warga Muhammadiyah untuk menggerakan Muhammadiyah dengan penuh semangat, dan dedikasi, serta loyalitas yang tinggi (Anshori, 2010 : 1). Ideologi: segala macam nilai, moralitas, interpretasi dunia atau apa saja yang berupa nilai. Sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok sosial tertentu. Sistem berpikir, sistem kepercayaan, praktek-praktek simbolik yang berhubungan dengan tindakan sosial dan politik. Kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Keseluruhan sistem berpikir, nilai-nilai dan sikap-sikap dasar rohani sebuah gerakan, kelompok sosial atau kebudayaan. Jadi, ideologi adalah ide-ide atau nilai-nilai ideal yang diyakini benar sehingga layak digunakan sebagai resep bertindak dalam mewujudkan tujuan kelompok sosial, masyarakat maupun negara.
            Pengaderan adalah suatu proses cara mendidik atau melatih seseorang untuk menjadi kader (Depdikbud dalam Anshori, 2010: 1). Mengingat pentingnya posisi, dan peranan kader, maka Muhammadiyah dan IMM sejak awal telah memperhatikan pengaderan, dalam Muhammadiyah dan IMM pengaderan di proses secara formal dan informal. Secara formal, pengaderan disiapkan dengan seperngkat konsep pengaderan sebagai landasan, dan dilaksanakan secara berjenjang, serta mendorong para kader melanjutkan pendidikan secara akademik sesuai dengan bidang bakat, serta minat masing-masing kader. Secara non formal, pengaderan diproses dengan memberi kepercayaan kepada kader untuk mengisi struktur perserikatan Muhammadiyah di berbagai tingkat, menugaskan para kader untuk melaksanakan program-program Muhammadiyah, baik di bidang tablig, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Para kader harus memiliki kekuatan ideologi Muhammadiyah, konsekuensinya  setiap kader harus giat, dan serius  mempelajari, memahami, dan mengamalkan prinsip-prinsip ideologi Muhammadiyah, tanpa kekuatan ideologi kader tidak akan mampu eksis sebagai kader militan Muhammadiyah yang akan mampu menghadapi  dan mengatasi kompleksitas persoalan-persoalan persaikatan pada masa-masa yang akan datang.                                                                   Ideologi Muhammadiyah dan IMM dapat difungsikan untuk kepentingan antara lain sebagai berikut: pertama,  ideologi Muhammadiyah dan IMM secara spiritual dapat menguatkan ghiroh, azam atau tekat bermuhammadiyah yang kuat dan ikhlas untuk mendapat ridha Allah SWT, dan tidak dapat digoyahkan oleh kekuatan-kekuatan yang semata-mata bersifat manusiawi; kedua, ideologi Muhammadiyah dan IMM berfungsi untuk membentuk karakter kolektif yang bersih, yang sangat menentukan terwujudnya kolegiusitas yang kuat, nyaman dan damai dalam menggerakkan Muhammadiyah dan IMM; ketiga, ideologi Muhammadiyah dan IMM berfungsi untuk menyusun, menerbitkan langkah-langkah strategi untuk menggerakan Muhammadiyah dan IMM, dan seluruh amal usaha Muhammadiyah; keempat, ideologi Muhammadiyah dan IMM  berfungsi dalam membentengi  Muhammadiyah, dan setiap kader Muhammadiyah dan IMM dari berbagai pengaruh aliran pemikiran keagamaan yang sesat, ideologi ekonomi, dan ideologi politik yang beretntangan dengan Islam (Anshori, 2010 : 4-5).                                                                                                                                

2.2 Kepemimpinan dalam Ikatan                                               
            Agar tidak terjadi salah paham, perlu dijelaskan kata-kata yang terkait dengan kepemimpinan, yait pimpinan berarti dalam keadaan dipimpin atau dibimbing. Memimpin berarti dalam keadaan membimbing, mempelajari, mengepalai perkumpulan atau melatih. Pemimpin berarti orang yang memimpin, sedangkan kepemimpinan adalah perihal pemimpin (Depdikbud, 1990: 684; dalam Anshori, 2010 : 7).                                                                                 Dalam bahasa Inggris kepemimpinan adalah semakna dengan kata leadirship,  dalam bahasa Arab, kepemimpinan semakna dengan kata “al-qiyadah” dan “ar-ri’asah”. Dengan demikian dapat dipahami  bahwa kepemimpinan adalah suatu sistem membimbing, melatih, mengurus, dan mengapalai suatu organisasi, meliputi berbagai sub sistem, antara lain adalah dasar-dasar, dan garis-garis kepemimpinan, prinsip-prinsip memimpin, wadah kepemimpinan. Dan kompetensi orang yang memimpin (pemimpin).  Memimpin dalam Muhammadiyah dan IMM seharusnya dilandasi dengan prinsip-prinsip pemimpin dalam Islam yang mencakup hal-hal sebagai berikut: Pertama; memimpin adalah memberi peringatan. Seorang pemimpin wajib mendasari kepemimpinannya dengan memberikan pengertian kepad orang yang dipimpin, agar orang yang dipimpin dapat menjalankan kepemimpinan dengan pemahaman dan kesadaran serta keikhlasan. Hal ini ditegaskan pula dalam (QS. Al-Isra’/17:36) artinya: “Dan jangalah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuannya itu akan diminta pertanggungjawabannya”.  Kedua, pemimpin adalah membimbing kepada perbuatan baik. Memimpin bukanlah memerintah orang untuk mengikuti kemauannya, tetapi menggairahkan, membimbing memerintahkan berbuat kebaikan serta menetapi kewajiban terhadap Allah Subhanahu Wata’Allah dan masyarakat. Pola kepemimpinan Rosulullah SAW antara lain tercermin dalam (QS. Al-Araf/7: 157) artinya: “ (yaitu) orang-orang yang mengikuti rasul, nabi ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis dalam Taurat dan Injil yang ada disisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari yang mungkar dan mengahalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang air dari beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. Ketiga, memimpin adalah mencegah umat dari perbuatan mungkar. Memimpin umat tidaklah berarti hanya menggerakan umat itu menuju kondisi yang lebih baik, tetapi dalam rangka itu juga harus menyelamatkan umat dari kerusakan jasmani dan rohaninya, penghidupan dan masyarakatnya. Sebab itulah setiap pemimpin wajib dengan tegas mencegah umat dari tindakan mungkar  dengan pencegahan, dan represif yakni mengentikan kemungkaran yang sedang terjadi dan preventif yaitu menegah kemungkinan terjadinya kemungkaran. “Wayan’haahum a’nilmunkar” artinya:   ...dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar......”. Keempat, memimpin adalah menganjurkan umat hanya memanfaatkan yang bersih dan melarang hal-hal yang kotor.   Seorang pemimpin harus dengan tegas menggariskan pemisahan antara hal yang halal dan bersih dengan perkara yang kotor dan keji. Baik hal itu mengenai makanan, pencaharian dan kelakuan sehari-hari, agar supaya mereka yang dipimpin dapat menjalani kehidupan dan melakukan segala usaha dengan jujur lagi bersih. Watuhillu Bahumuttayyibaati Watuharrimu A’laihiimu Ulghaaisya”. Artinya: “...dan mengahalkan bagi mereka segala yang baik dan mengaharamkan bagi mereka segala yang buruk....”. Kelima, memimpin adalah meringankan beban umat dan melepaskan belenggu.  Memimpin harus dilandasi oleh rasa kasih sayang kepada yang dipimpin, dan oleh cita-cita tercapainya kebahagiaan bagi umat. Pemimpin harus mengetahui akan hal-hal yang membelenggu dan merusak jiwa umat, apakah itu kebodohan, takhayul atau kepercayaan yang tidak benar. Karena itu pemimpin harus dapat membawa mereka karena kecerdasan, pikiran yang maju serta pandangan yang luas. Wayadhahu anhum israhum wal aghlaallati ka’nat a’laiihim. Artinya: “...dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu mereka...”.. Keenam, memimpin tidak sekedar mengikuti kehendak yang dipimpin. Sementara pemimpin, karena mencari simpati, sering mengikuti apa saja keinginan  itu tidak layak dan tidak layak dan tidak benar. Sikap ini tidak mendidik, bahkan membawa umat yang tidak layak, yang tidk menuju kepada suksesnya kepemimpinan. Dalam hal ini pemimpin harus tegas mengarahkan umat dan tidak diarahkan. Firman Allah SWT dalam Surat Asy Syura ayat 15. Artinya: “ Maka Karena itu Serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah (1343) sebagaimana diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Tidak ada pertengkaran, antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)”. Ketujuh, memimpin tidak boleh bertentangan dengan kehendak Allah dan Rosul-Nya. Telah menjadi tugas setiap pemimpin untuk melaksanakannya dalam bentuk sebagaimana tersebut di atas. Maka kepada orang yang dipimpin disyaratkan adanya ketaatan yang dimaksud adalah adalah ketaatan berdasarkan pengertian, kesadaran dan keikhlasan. Ketaatan ditujukan ditujukkan kepada pimpinan yang benar, bukan tertuju semata-mata kepada pribadi pemimpin. Bukan karena yang menjadi pemimpin si Fulan tetapi karena pemimpin itu memimpinkan sesuatu yang benar, sesuai dengan petunjuk Allah dan tuntunan Rosul-Nya. Firman Allah SWT (QS. An-Nisaa/4: 59) artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rosul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu kembalikanlah kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. Firman Allah SWT tersebut menegaskan bahwa ketaatan kepada pemimpin adalah semata-mata dalam rangka ketaatan kepada Allah dan Rosul. Dan apabila terjadi perselisihan atau perbedaan pendapat  antara pemimpin dengan yang dipimpin maka segera menjadikan petunjuk Allah dan tuntunan Rosul menjadi hakim. Oleh karena itu, taat kepada pemimpin menjadi kewajiban yang dipimpin selama kepemimpinan sesuai dengan petunjuk Allah dan Rosul. Oleh karena itu, menjadi kewajiban pemimpin untuk membina ketaatan pengikutnya kepada perintah Allah dan Rosul.                                                            

2.3 Penguatan Pengaderan Ikatan
            Pentingnya penguatan pengaderan dilatarbelakangi oleh beberapa faktor antara lain: Pertama, untuk mempertahankan, dan mengembangkan eksistensi gerakan Muhamaddiyah  dan IMM pada masa yang akan datang; kedua, mengingat bahwa Muhamaddiyah dan IMM selalu berada dalam pusaran kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang selalu dinamis, disertai dengan perkembangan pemikiran keagamaan, pendidikan, sosial-budaya, ekonomi, dan politik yang tidak semestinya sejalan dengan pemikiran Muhamaddiyah . Pada gilirannya akan menjadi tantangan sangat besar, dan kompleks bagi Muhamaddiyah; ketiga, akhir-akhir ini semakin terasa terjadinya deviasi nilai dalam proses pengembangan pemikiran di sebahagiaan mahasiswa maupun angkatan muda Muhamaddiyah; keempat,  untuk menghindari terjadinya kekosongan generasi penerus yang berkualitas. Demikianlah antara lain dasar konsideran urgensinya penguatan pengaderan.                                                                                Langkah-langkah penguatan pengaderan agar berjalan dengan efektif, maka perlu langkah-langkah sebagai berikut: Pertama,  perlu merekonstruksi kurikulum dan silabi pengaderan, kurikulum yang mengacu tercapainya pemahaman yang luas, dan mendalam terhadap ideologi Muhamadiyah. Perlu ada  pengelompokan materi yang jelas, dan berkesinambungan, dan terget pencapaian, pada berbagai tingkatan; Kedua, menyusun konsep pengaderan dan mengoperasionalisasikan secara simultan (menyeluruh) dan terpadu di lingkungan setiap tingkatan;  Ketiga, mengintensifkan pendataan kader dan aspek-aspek yang terkait lainnya guna kepentingan pengembangan kader Muhamaddiyah dengan kepentingan misi perserikatan; keempat, mengoptimalkan dukungan fasilitas, sarana, prasarana dan dana untuk pengembangan kualitas kader dan sumber daya manusia di lingkungan Muhamaddiyah (Anshori, 2010 : 89-92).   

Penguatan Intelektual dan Ideologi Kader Ikatan

            Dalam konteks kader IMM, komponen kualitas intelektual, ideologi dan kelembagaan akan menentukan kualitas kader ke depan. Kualitas intelektual merupakan raison d’etre  untuk menelaah dan mencermati setiap fenomen. Ketajaman intelektual akan menggugah kesadaran nurani untuk setiap saat memikirkan kondisi sosial. Seorang intelektual sejati tidak akan pernah diam berpikir dan bergerak untuk merenungkan, mencermati dan mencarikan soslusi demi perbaikan kualitas hidup manusia. Ketidakadilan, kemelaratan, kemiskinan, eksploitasi manusia ala survival of the fittest,  dan seterusnya merupakan deretan agenda untuk menggugah kesadaran nurani kaum intelktual. Kesejatian keintelektualan seseorang akan dapat diukur dari keberanian mereka sebagai martyr bagi kebenaran hakiki.                                                                                                                                                            Pentingnya gerakan intelektual  tidak akan pernah sustainability jika domain ideologi tidak melekat. Gerakan intelektual seiring dan sebangun dengan gerakan ideologi.  Ideologi akan mengukuhkan sibghoh gerakan intelktual. Dengan pranata ideologi, gerakan intelektual akan menemukan momentum arah, visi misi bahkan menemukan target dan  indikasi. Percumbuan antara aspek intelektual dengan ideologi terletak pada aspek pembelaan pada kepentingan masyarakat. Pada perserikatan Muhaddiyah terutama kader IMM, percumbuan itu tentu dibidik pada kepentingn pemberdayaan, penguatan dan advokasi masyarakat. Seorang intelektual di IMM dan Mhamaddiyah adalah seorang ideolog, yang memiliki misi nilai dalam berpikir dan bertindak. IntelektualnIMM adalah seorang yang tidak bebas nilai. Ketidakbebasan nilai itu terletak pada misi itu terletak pada misi pemberdayaan dan penguatan masyarakat. Seorang kader IMM akan senantiasa tergugah hati dan pikirannya dalam melihat kebiadaban yang dilakukan manusia, teriris nuraninya dalam melihat kemelaratan, ketidakadilan, dan pelbagai patologi sosial lainnya. Dengan demikian, kader IMM adalah seorang misionaris yang mengemban nilai. Nilai yang diemban adalah nilai Islam yang Rahmatan Lil’alamin. Seorang kader IMM yang memiliki fungsi intelektual dan ideologi akan bersifat inklusif, open minded dan rendah hati.                                                                                                                                      Fungsi intelektual dan ideologi seperti itu dipastikan bahwa seorang kader IMM tidak akan menempatkan agama dalam genggaman sakralitas yang tidak boleh disentuh oleh akal budi dan pikiran manusia. Seorang kader IMM akan melihat bahwa misi agama  yang dianutnya akan bisa beroperasi secara konkret dalam konteks sosial jika agama disentuh akal budi, pikiran dan kerja keras manusia. Agama membutuhkan kerja-kerja intelektual sebelum ia diimplementasikan dalam tataran praksis. Agama yang diturunkan Allah akan lebih perfect jika umatnya mampu menafsirkan agamanya secara intelektual dan ideologis dalam konteks sosio-historis.
                                                                       

III.   Penutup
Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM) sebagai gerakan mahasiswa yang sejak awal berdiri harus menstabilkan diri untuk mewadahi aspirasi, menggerakan dan mengembleng potensi mahasiswa Islam, terus mempersiapkan diri untuk mencetak kader-kadernya agar memiliki  memiliki kemampuan yang memadai.  Kemudian,penguatan pengaderan sangat penting guna untuk mempertahankan  dan mengembangkan eksistensi gerakan Muhamaddiyah pada masa yang akan datang.
Setiap kader Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah harus memiliki ideologi yang kuat yang sudah dimiliki Muhamaddiyah sebab ideologi Muhammadiyah dan IMM secara spiritual dapat difungsikan menguatkan ghiroh, azam atau tekat bermuhammadiyah yang kuat dan ikhlas untuk mendapat ridha Allah SWT, membentuk karakter kolektif yang bersih, yang sangat menentukan terwujudnya kolegiusitas yang kuat, nyaman dan damai dalam menggerakkan Muhammadiyah dan IMM secara khusus..


Maarif, Ahmad Syafii. 2007. Tri Kompetensi Dasar: Peneguhan Jati Diri Kader Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah. Jakarta: All Rights Reserved
Anshori, Anhar. 2010. Penguatan Kepemimpinan dan Pengaderan Muhamaddiyah Memasuki Abad Kedua. Yogyakarta: LPSI UAD
Purnawan, Ajib. 2007. Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah  Bersaksi di Tengah Badai. Yogyakarta: Panji

                                               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar