Kamis, 14 April 2011

KDRT BERPROFESI SEBAGAI PETANI PADA MASYARAKAT ETNIK MUNA


KEKERASAN SUAMI TERHADAP ISTRI DALAM RUMAH TANGGA  YANG BERPROFESI SEBAGAI PETANI, DI KECAMATAN LAWA KABUPATEN MUNA (STUDI KASUS)

I.     Pendahuluan
Rumah tangga merupakan unit terkecil dari susunan kelompok masyarakat, rumah tangga juga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu permasalahan dalam keluarga untuk mempertahankan sebuah keluarga. Kekerasan dalam rumah tangga bisa menimpa siapa saja termasuk bapak, suami, istri, dan anak, namun secara umum pengertian dalam KDRT disini dipersempit artinya penganiayaan suami  terhadap istri. Bila kita dicermati lebih jauh banyak sekali keluarga yang tidak bahagia, rumah tangga yang  selalu ditiup oleh badai pertengkaran dan percekcokan. Apalagi masyarakat Muna yang menganut budaya patrilinear, jadi segala sesuatunya suami yang menguasai dan mengendalikan kehidupan dalam keluarga. Hal inilah yang mendorong suami berlaku sewenang-wenang terhadap istrinya, sebab apapun yang dilakukan selalu didasarkan pada budaya yang dianut dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan    Beauvoir (dalam Tong, 1998: 262) bahwa laki-laki dan perempuan laksana liyan dan sang diri. Perempuan adalah liyan dan laki-laki adalah sang diri, maka perempuan adalah ancaman bagi laki-laki. Karena itu, jika ingin laki-laki tetap bebas, maka ia harus mensubordinasi perempuan terhadap dirinya. Hal ini mengakibatkan perempuan dari hari ke hari hidup dalam kemiskinan, penyiksaan fisik, psikologis, ekonomi seperti pengabaian, sehingga melahirkan sikap apatis serta menyerah pada keadaan. Namun demikian, tidak menyurutkan niat kaum perempuan untuk tetap menebarkan kasih sayang dan langkah ketegaran dalam menyapa kehidupan.                                                                              Fenomena mengenai  kekerasan suami terhadap istri dalam keluarga (X) yang terjadi dalam rumah tangga yang berprofesi sebagai petani masyarakat Muna, di Kecamatan Lawa Kabupaten Muna seorang suami selalu melakukan tindak kekerasan terhadap istri. Bentuk kekerasan yang dilakukan adalah kekerasan fisik, kekerasam psikologis, dan kekerasan ekonomi. Fenomena ini menarik untuk dikaji untuk mengungkap bentuk-bentuk kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga yang selama ini sering terjadi dalam masyarakat. Tulisan sederhana ini saya mencoba menganalisis fenomena yang telah saya uraikan dilatarbelakang  di atas.

II. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian  latar belakang di atas,  maka yang menjadi rumusan masalah dalam tulisan ini adalah “bagaimanakah bentuk-bentuk kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga petani dalam mayarakat Muna, di Kecamatan Lawa Sulawesi Tenggara?
III. Pembahasan
Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan  kemerdekaan melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.  Tindak kekerasan terhadap istri  dalam rumah tangga masyarakat Muna adalah budaya patrilinear. Dimana suami adalah superior, penguasa dalam  rumah tangga dan istri adalah inferior, orang yang dikuasai dan menjadi kaum minoritas dalam penguasaan suami sehingga suami dibenarkan untuk menguasai dan mengontrol istri. Hal inilah yang menjadi istri tersubordinasi, di samping itu terdapat interpretasi yang keliru terhadap streotipe gender yang terisolasasi amat lama dimana perempuan (istri) dianggap lemah, sedangkan laki-laki umumnya kuat. Hal inipulah ditegaskan oleh Sciortino dan Smyth (1997: 31) bahwa menguasai atau memukul istri sebenarnya merupakan manivestasi dari sifat superior laki-laki terhadap perempuan.                                                 Menurut Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan dalam empat macam, yaitu: kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan ekonomi dan kekerasan seksual.      Kaitannya dengan tulisan ini adalah suami telah melakukan tindakan kekerasan terhadap istri, baik kekerasan secara fisik, psikologi maupun ekonomi. Berikut ini akan diuraikan berdasarkan fenomena yang terjadi dalam masyarakat Muna, di kecamatan Lawa Kabupaten Muna.                       
2.1. Kekerasan Fisik (Menendang dan Memukul)
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit ata luka besar. Perilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, menendang, memukul, dan sebagainya. Kekerasan fisik yang dialami oleh keluarga (X) antara lain dipukul, yakni dipukul dengan tangan kosong bahkan dengan pukulan memakai sebatang kayu, dan ditendang.     Kekerasan suami terhadap istri selalu ditanggapi terbalik oleh para suami. Suami selalu beranggapan bahwa mereka mempunyai memukul istri jika istrinya telah bersalah, membangkang dan tidak menaati apa yang disampaikannya. Para suami selalu memegang pada kondisi masyarakat Muna  yang menganut budaya patrilinear, dimana suami memiliki kewenangan untuk mengendalikan dan mengatur istrinya dalam kehidupan berumah tangga.  Suami menganggap dirinya adalah orang yang harus selalu diikuti dalam rumah tangga.   Hal ini sesuai dengan pernyataan (keluaga X) saat penulis menghubungi lewat via telpon seluler (tanggal 15 Februari 2011). Ia mengatakan:
 “Saya menendang  dan memukul istriku, karena berulang kali saya beritahu tidak pernah dia ikuti apa yang saya katakan. Makanya, saya tendang dan saya pukul dia supaya dia tobat dan dia ikuti saya sebagai suaminya”.  
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya karena ia tidak mengikuti apa yang dikatakannya. Hal ini pula, kekerasan yang ditunjukkan di atas  menunjukkan bahwa suami  memiliki kekuasaan yang tinggi terhadap istrinya sebab hal itu menurutnya dianggap sesuatu yang wajar supaya istri merasa tobat dan mengikutinya..  Fenomena tersebut sejalan dengan pendapat (dalam Mustaqim, 2003: 98) mengatakan bahwa suami yang melakukan tindakan kekerasan terhadap istri mengakui kebenaran tindakannya, karena perilaku istri dianggap tidak menuruti suami.
2.2  Kekerasan Psikologis (Cemohan dan Hinaan)
Makian dan cemohan merupakan bentuk kekerasan psikologis yang bias berakibat pada runtuhnya rasa percaya diri. Bentuk cemohan dan makian dialami oleh keluarga (X) dimana dirinya sering mendapat cemohan dan makian pada suaminya walaupun hanya persoalan sepele. Terkadang hanya dengan terlambat tiba dari pasar menjual hasil kebun langsung mendapat makian dan cemohan pada suaminya.  Seperti yang diungkapkan oleh keluarga (X):
“Saya sering mendapat cemohan dan makian pada suami saya, padahal saya hanya terlambat dari pasar tiba di rumah, seperti kata  anjing, monyet dan sebagainya” (Wawancara via seluler HP, 15 maret 2011).
 Ungkapan tersebut menggambarkan kekerasan suami terhadap istri yang dikemas dalam bentuk kata-kata. Bentuk kekerasan ini sulit dideteksi karena tidak meninggalkan bekas secara fisik. Akan tetapi kekerasan dengan menggunakan kata-kata kasar sangat memiliki dampak yang tidak kalah  besarnya, karena berkaitan langsung dengan tekanan psikologis yang pada akhirnya akan menimbulkan penyakit yang berat. Fenomena ini sejalan dengan pendapat Honey (dalam Djawani, 2001: 51) mengatakan bahwa bahasa menyimpan sistem nilai. Bahasa adalah kekuasaan dan oleh karena itu dapat dipakai untuk melakukan kekerasan.
2.3  Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah suami tidak memberikan nafkah  yang sesuai dengan perjanjian suami dan istri disaat pernikahan. Suami selalu melakukan  penelantaran terhadap istrinya dalam hal ekonomi/materi (uang). Suami tidak memberikan uang belanja ketika istrinya pergi belanja di pasar, tetapi apabila istri tidak membeli sesuatu di pasar sesuai dengan apa yang diperintahkan, maka disitulah suami menyiksa istrinya. Jenis kekerasan lain yang dilakukan suami terhadap istri adalah suami tidak jujur (menyembunyikan uang yang diperoleh ketika berjualan di pasar, tetapi ia menuntut pelayanan yang baik kepada istri), tidak memberikan uang belanja yang cukup terhadap istri, bahkan tidak memberikan belanja sama sekali. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh keluarga (X):
 Suami saya sering tidak memberikan uangnya untuk saya belanja di pasar, padahal dia banyak memegang  uang hasil menjual ayam di pasar. Kadang-kadang juga menyembunyikan atau tidak memperlihatkan uangnya kepada saya” (wawancara via telpon, tanggal 25 Maret 2011).
Ungkapan di atas, suami melakukan tindak kekerasan kepada istinya yakni tidak memberikan  uang untuk belanja di pasar. Padahal tugas suami sangat jelas yakni melindungi istri bahkan diwajibkan untuk memberikan nafkah istri untuk digunakan sebagai kebutuhan dalam keluarga. Kekerasan ekonomi ini sudah membudaya dalam kehidupan keluarga masyarakat Muna, dan seseorang istri tidak melakukan perlawanan terhadap suami. Istri hanya mampu bersabar dan pasrah diri dalam keadaan yang menimpanya.


IV. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan yang telah dijelaskan di atas, saya dapat menyimpulkan bahwa bentuk-bentuk kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga  yang berprofesi sebagai petani, di Kecamatan Lawa Kabupaten Muna yaitu kekerasan fisik (menendang dan memukul), kekerasan psikologis (cemohan dan makian), dan kekerasan ekonomi ( menyembunyikan uang dan tidak menafkasi istri).

Daftar Pustaka
Djawani, S. 2001. Manusia dan Dinamika Budaya dari Kekerasan Sampai Baratayuda, Sumjati,     ed.) Dalam Bahasa dan Kekerasan. Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM bekerja sama dengan BIGRAF Publishing
Mustakim, A. 2003. Tafsir Feminis Patriakhi: Telaah Kritis Penafsiran Dekonstruktif Riffat Hasan: Yogyakarta: Sabda Persada
Sciortino, Rosalia  dan Ine Smyth. 1997. Harmoni: Pengingkaran Kekerasan Domestik di Jawa. Jurnal Perempuan,  Edisi: 3, Mei-Juni. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan
Tong, R.P. 1998. Feminisme Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Arus Utama Pemikiran Feminis (Penej. Aquarini Priatna P). Yogyakarta: Jalastra

Lampiran Informan:
1. Nama           : X
    Umur           : 35
    Jenis            : Laki-laki
    Status          : Suami
    Pekerjaan     : Petani
2. Nama           : Y
    Umur           : 30
    Jenis            : Perempuan
    Status          : Istri
    Pekerjaan     : Petani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar