Kamis, 14 April 2011

KAJIAN TRADISI LISAN


HARDIN, S.PD.
MAHASISWA KAJIAN BUDAYA-KTL  UNUD

I.       Pendahuluan
            Pada umumnya perkembangan tradisi lisan dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari tradisi tulis tetapi kehadiran keduanya saling bergayutan bahkan kadang-kadang sangat sulit untuk menentukan asal tradisi tersebut sebab munculnya tradisi lisan itu bisa jadi berasal dari tradisi tulis yang dilisankan atau sebaliknya munculnya tradisi tulis itu berasal dari tradisi lisan. Lebih rumit dan kompleks lagi ketika tradisi lisan tersebut didokumentasikan dalam bentuk tulisan, rekaman, disket, kaset video, cd, dan media lainnya sehingga memungkinkan generasi yang akan datang melisankan kembali tradisi tersebut dengan sumber dokumentasi yang ada. Oleh karena itu, penelitian terhadap tradisi lisan ini cukup unik dan rumit. Walaupun demikian, penelitian tradisi lisan saat ini sudah banyak diminati oleh banyak kalangan, salah satunya yang peduli dengan tradisi lisan adalah Asosiasi Tradisi Lisan (ATL).                                                                                              Rusyana (1995) mengemukakan bahwa penelitian terhadap tradisi lisan Nusantara hingga saat ini baru menghasilkan kumpulan cerita, penerjemahan cerita, dan struktur cerita. Walaupun demikian, penelitian tradisi lisan saat ini sudah banyak diminati oleh banyak kalangan, salah satunya yang peduli dengan tradisi lisan adalah Asosiasi Tradisi Lisan (ATL).                                                                                                                Oleh karena itu, kehadiran buku yang berjudul “.........” merupakan langkah awal dalam menyelamatkan, memelihara, dan melestarikan kembali tradisi lisan di seluruh nusantara. Dalam buku tersebut memuat beberapa hasil penelitian tradisi lisan yang dilakukan oleh ahli-ahli tradisi lisan sebelumnya. Pada umumnya buku tersebut memuat hasil-hasil penelitian tradisi lisan yang berkaitan dengan; mitos dan legenda, cerita foklor, tradsi dan budaya, dan seni pertunjukkan. Untuk melihat gambaran hasil penelitian tersebut, berikut ini saya akan  memaparkannya. 
II.Mitos dan Legenda
-          Mitos
            Mitos  dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993:660—661) diartikan sebagai ceritra suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu  yang mengandung penafsiran misalnya tentang asal- usul semesta alam, manusia, dan bangsa itu sendiri yang mengandung arti mendalam dan diungkapkan  dengan cara gaib. Mitos berkembang di masyarakat dari mulut ke mulut dan  umumnya bersifat lisan. Levi-Strauss (1974:232) menjelaskan bahwa dalam mitos terdapat hubungan unit-unit (yang merupakan struktur) yang tidak terisolasi, tetapi merupakan kesatuan relasi hubungan tersebut dapat dikombinasikan dan digunakan untuk mengungkap makna di balik mitos itu. Bentuk bahasa mitos umumnya adalah bahasa lisan yang tentunya memiliki genre (bentuk) tersendiri. Bentuk mitos dapat diklasifikasi menjadi tiga, yaitu (a) lisan (verbal) adalah bentuk yang murni lisan, misalnya bahasa rakyat, ungkapan-ungkapan tradisional, atau nyanyian rakyat; (b) sebagian lisan (partly verbal), yaitu campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan, misalnya kepercayaan rakyat (tahyul), tari rakyat, dan adat-istiadat; dan (c) bukan lisan, yaitu bentuknya bukan lisan walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan, misalnya arsitektur rakyat, kerajinan tangan rakyat, perhiasan adat, makanan adat, dan obat-obatan tradisional (band. Harold, Danandjaja, 1984; dalam Linggih, 2009: 105).
-          Legenda
            Legenda biasanya diartikan cerita rakyat yang berisi tentang cerita terbentuknya  (terjadinya) suatu wilayah. Menurut Harld  Brunvad ada empat macam, yakni: (a) legenda keagamaan berisi tentang cerita orang-orang yang dianggap suci atau saleh dengan tambahan  segala macam keajaiban, kesaktian benda-benda keramat. (b) legenda alam gaib adalah cerita yang berhubungan dengan kepercayaan dan takhayul yang berhubungan dengan keajaiban. Biasanya menceritakan tentang tentang hantu, genderowo, sundel bolong atau makhluk jadi-jadian (c) legenda lokal adalah cerita tentang asal mulaterjadinya (terbentuknya) nama suatu tempat, danau, gunung, bangunan, dan lain-lain. (d) Legenda perseorangan adalah cerita rakyat tentang tokoh-tokoh yang dianggap dan diyakini oleh suatu masyarakat pernah ada. Pada umumnya mengisahkan tentang kepahlawanan, kesaktian atau kisah cintadari tokoh tersebut.

III. Cerita Foklor
            Danandja (1984:2) fokor merupakan sebagian kebudayaan dari suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun temurun secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk isan maupun dalam bentuk contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.
            Ciri-ciri foklor adalah sebagai berikut: penyebaran dan pewarisannya lebih banyak secara lisan, bersifat tradisional, bersifat anonym (pembuatannya didak diketahui), kolektif (menjadi milik bersama dari sebuah kelompok masyarakat), mempunyai peasan moral bagi generasi berikutnya. Menurut Horald Brunvan (USA), folklore terbagi dalam tiga tipe yang meliputi: (a) foklor lisan merupakan fakta mental (mentifact) diantaranya: logat bahasa (dialek) dan bahasa tabu, ungkapan tradisional dalam bentuk peribahasa dan sindiran, puisi rakyat yang meliputi mitos, legenda, mitos, adat kebiasaan, dan nyanyian rakyat (lagu) dan dongeng. (b) foklor sebagian lisan merupakan fakta sosial (sosiofact) diantaranya dalam bentuk kepercayaan dan takhayul, permainan rakyat, tarian rakyat, teater rakyat, senjata tradisional, dan makanan tradisional. (c) foklor bukan lisan merupakan artefak (artifact), diantaranya dalam bentuk: arsitektur  bangunan rumah adat (tradisional), kesenian tradisional, pakaian tradisional, obat-obatan tradisional, alat musik tradisional, senjata tradisional, dan makanan tradisional.
            Ada beberapa fungsi foklor fkor yaitu: 1) sebagai system proyeksi, 2) sebagai alat pengesahan kebudayaan; 3) sebagai alat pedagogic; 4) sebagai alat pemaksa berlakunya norma masyarakat dan pengendalian masyarakat (Bascom, 1965).
           
IV. Seni Pertunjukkan                                                                         
            Performance Stdies atau kajian pertunjukkan sebuah disiplin baru, sebuah pendekatan interdisipliner yang mempertemukan berbagai disiplin, antara lain kajian teater, antropoogi, semiotika, sejarah, linguistic, koreografi, dan kritik sastra. Sasaran kajian pertunjukkan tidak terbatas pada tontonan yang dilakukan di atas panggung, tetapi juga terjadi di luar panggung, olahraga, permainan, sirkus, karnaval, perjalanan ziarah, nyekar, dan ritual (Murgiyanto dalam Pudentia, 2008: 14).
            Pada awalnya seni pertunjukkan, termasuk di dalamnya tradisi lisan disajikan bukan sebagai sajian seni dan hiburan semata, tetapi juga untuk kepentingan praktis kemasyarakatan.Dalam pementasannyatersebut, tampak bahwa pertnjukkan atau pementasan bukanlah semata-mata merupakan seni panggung yang ditonton oleh khalayak, atau seperti yang dikatakan Lord (dalam Pudentia, 2008: 378) mengatakan bahwa setiap pertunjukkan adalah karya seni” tetapi lebih dari itu. Pementasan tradisi lisan adalah sebuah peristiwa social budaya. Karena itu, pendekatan yang memusatkan perhatian pada “teks” saja atau dengan kata lain memperlakukan pementasan `atau penghadiran tradisi lisan sebagai “teks” saja tidak akan membawa kita pada “roh”-nya. Pendekatan kontekstual dalam hal ini perlu dilakukan dengan pendekatan kontekstual.   
Seni pertunjukkan  sebagai salah satu cabang seni yang selalu hadir dalam kehidupan manusia ternyata memiliki per)kembangan yang sangat kompleks. Sebagai seni yang hilang daam perjalanan  waktu, yang hanya bisa kita nikmati apabila seni tersebut sedang dipertunjukkan (Soedarsono, 2003: 1). Seni pertunjukkan adalah seni yang disajikan dengan penampilan peragaan. Artinya, seni itu akan dapat dinikmati selama berlansungnya proses ungkap  oleh pelakunya yakni dalam ungkapannya dapat berupa seni tari, seni musik, dan seni teater (Bastoni, 1992: 42). Seni termasuk seni pertunjukkan adalah produk masyarakat yang dapat dikonsumsi noeh masyarakat yang membutuhkannya (Jenet Wolff dalam Soedarsono, 2000: 2).
            Lebih lanjut, Harjana, 2000: 128) mengatakan bahwa seni pertunjukkan adalah kegiatan yang mempertunjukkan kesenian; baik pertunjukkan musik, drama, tari atau pertunjukkan lainnya. Seni pertunjukkan adalah yang disajikan dengan penampilan peragaan. Maksudnya, hanya akan dinikmati selama berlangsungnya proses oleh pelakunya (Bastomi, 1992: 42). Seni pertunjukkan adalah penyajian seni yang mempunyai wilayah penyebaran yang sangat luas, istilah-istilah untuk menyebutkan jenis penyajiannya adalah sama di daerah yang berbeda, tetapi secara detail pertunjukkannya sangat berbeda.         
           
VI.Penutup
            Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perlu kiranya tradisi lisan diupayakan dalam pelestariannya. Hal ini penting, mengingat tradisi lisan di masyarakat sudah terancam punah. Bila dilihat secara seksama, gambaran isi buku ”.........” dapat disimpulkan bahwa ternyata Indonesia sangat kaya tradisi lisannya. Namun, itu hanya dinimakmati oleh pihak luar selaku peminat tradisi lisan itu sendiri. Indonesia sudah saatnya untuk mengambil peran  dalam penyelamatan tradisi lisan, agar tidak lagi belajar dari luar negeri.




DAFRTAR PUSTAKA

           
DAFRTAR PUSTAKA
Danandja, James. 1984. Folkor Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-Lain. Jakarta: PT Grafiti Perss
------------------ 1998. ”Pendekatan Foklor dalam Penelitian Bahan-bahan Tradisi Lisan”. Dalam Pudentia (2008) (ed.) Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan
Soedarsono, RM.2003. Seni Pertunjukkan dari Perspektif, Politik, dan Ekonomi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Perss
Bastomi, Suwardji. 1992. Wawasan Seni. Semarang IKIP semarang Press
Harjana, Suka. 2000.  Ensklopedi Seni Pertunjukkan. Bandung: MSPI
Linggih, I Nyoman. 2009. “Tokoh Bhima dalam Seni Rupa Klasik dan Modern: Perspektif Kajian Budaya“ Disertasi untuk Program Doktor Kajian Budayana PPs Universitas Udayana. Denpasar.
Margiyanto, Sal. 2008. Mengenai Kajian Pertunjukkan. Dalam Dalam Pudentia (ed.) Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: ATL
Tim Penyusun Kamus. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka.
Wahyono, Parwitri. 2008. Hakikat dan Fungsi Permainan Ritual Magis Ninik Thowok bagi Masyarakat Pendukungnya: Sebuah Studi Kasus di Desa Banyumudal-Gombong. Dalam Pudentia (ed.) Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: ATL





Tidak ada komentar:

Posting Komentar